AGAR STABIL DI ATAS KEBAIKAN INILAH KIATNYA
Kita mesti fokus pada satu hal. Yaitu: Memelihara rasa bahwa diri kita ini masih "buruk". Masih jauh dari status "orang baik."
Meskipun kadang ada orang yang sudah lama/baru ngaji merasa : "saya lebih baik dari mereka."
Padahal dalam berthaharah (bersuci) maupun perkara sholat masih jauh dari kata baik dan benar. Dan siapa yg menjamin amalan kita diterima? Namun anehnya kita merasa seolah paling baik, paling hebat, paling..., dan paling..., maka kata merasa paling... Ini sebetulnya adalah "penyakit" yg menjangkiti hatinya.
Yang mesti kita catat adalah meskipun kita telah banyak melakukan kebaikan di sana - sini, namun kekurangan kita masihlah lebih banyak dari amal kebaikan, demikian juga akhlak kita.
Siapa yang menilai akhlak kita baik? Tentu kita tidak tahu atau bisa jadi kita lebih buruk dari apa yg sudah kita yakini, bahkan keburukan itu masih terus melekat pada diri kita. Oleh karenanya, introspeksi / muhasabah diri itulah yg kita butuhkan. Biarkan orang lain yang akan menilai kita ini siapa? Apakah memiliki akhlak baik atau sebaliknya.
Maka menghadirkan rasa bahwa diri ini belum baik adalah lebih baik daripada merasa lebih baik atau merasa telah berjasa melakukan amal kebaikan di sana - sini.
Perasaan "masih buruk" akan membawa kita terus berusaha untuk berbenah diri, untuk membersihkan diri, untuk tetap taat dan belajar menjadi orang baik, tidak berhenti dengan apa yang sudah kita lakukan selama ini.
Seperti orang yang membersihkan pakaian atau mungkin kendaraannya. Apakah ketika kita melakukan aktivitas dengan menggunakan baju yg awalnya kita pakai itu bagus lagi bersih atau kendaraan yg masih baru lalu akan tetap bersih dan tetap baru? Pasti lambat laun akan ada kotoran yg menempelnya. Dari situ kita pun akan slalu membersihkannya dengan cara menyucinya.
Maka utk membersihkan diri kita dari dosa selain sholat, zakat atau infaq juga amalan kebaikan lainnya.
Lalu bagaimana dengan dosa akhlak kita yang merasa "saya lebih baik dari mereka". Muncul ujub, takabur, riya, sum'ah, suka menghina, dan akhlak buruk lainnya. Apakah kita mampu menyadarinya? Atau kita tetap merasa diri ini telah bersih ?
Padahal kalau kita bercermin pada para ulama salaf, mereka selalu merasa banyak melakukan dosa dan keburukan daripada amal - amal kebaikan yang sudah mereka lakukan.
Adalah Muhammad bin Wasiʼ rohimahulloh mengatakan :
لو كان الذنوب ريح ما قدر أحد أن يجلس إلي
"Seandainya dosa memiliki aroma, aku yakin tidak akan ada yang sanggup duduk disampingku. Diakibatkan aroma busuk dari dosa-dosaku."
Yunus bin Ubaid rohimahulloh berkata :
إني لأعرف مائة خصلة من البر ما في منها واحدة
"Sesungguhnya aku mengetahui seratus akhlak baik; sayangnya, tidak ada satu pun yang ada pada diriku."
Malik bin Dinar rohimahulloh juga pernah mengatakan, "Demi Alloh, seandainya ada malaikat yang memanggil dari pintu masjid dengan mengatakan ‘Hendaklah keluar orang yang memiliki akhlak buruk di masjid ini, jelas aku yang paling pertama merasa dipanggil untuk mendatangi seruannya."
Dan masih banyak ulama salaf yg mereka merasa belum memiliki akhlak yg baik.
Semoga perasaan "belum bersih" ini tetap melekat pada diri kita; sehingga nilai-nilai kebaikan terus terjaga dalam hidup kita.
Dan semoga Alloh Ta'ala menolong kita untuk konsisten di atas sunnah hingga akhir kehidupan kita.
Sumber rujukan dari : Al-Mustakhlash min kitab Shifah ash-Shofwah.
Comments
Post a Comment