Jangan Menjadi Orang Yang Syamatah

Apa itu Syamatah (شَماتَةٌ) ? 

• Secara Bahasa (اللغة) : 

أصل هذه الكلمة يدلُّ على فَرَح عَدُوٍّ بِبَلِيَّة تُصِيب مَنْ يُعَادِيه، يُقال: شَمِتَ بِهِ، يَشْمَتُ، شَماتَةً، أيْ: فرح بما أصابة من ضُرٍّ. 

Kalimat ini menunjukkan kata kegirangan/kegembiraan musuh ketika lawannya tertimpa musibah. Dikatakan, "Syamita bihi, yasymatu, syamatatan", artinya ia gembira dengan keburukan yang menimpa orang lain.

• Secara istilah (المعنى الاصطلاحي) yaitu

فَرَحُ النَّفْسِ بِما يُصِيبُ غَيْرَها مِن الضَّرَرِ والأَذَى 
[يُنظَر:(التحرير والتنوير) لابن عاشور (9/117)]

Kebahagiaan jiwa terhadap keburukan atau gangguan yang menimpa orang lain. 

Penjelasan secara ringkas (الشرح المختصر ) :

الشَّماتَةُ: هي الفَرَحُ بِما يَنْزِل بِالآخرينَ مِن المَصائِبِ او الفْرَحُ لِحُزْنِهِ ومُصِيبَتِهِ

Asy-Syamatah adalah senang/bahagia terhadap musibah yang menimpa orang lain atau dia bergembira dengan kesedihan atas musibah yang dialami orang lain. 

وتُعتَبرُ مِن الأَخْلاقِ الذَّمِيمَةِ التي تَقُومُ في النَّفْسِ حِين تَخْلُو مِن المَوَدَّةِ والحُبِّ والعَطْفِ، وتَمْتَلِئُ بِالكَراهِيَةِ والحِقْدِ والبُغْضِ

Dan ini tergolong diantara akhlak tercela yang bercokol dalam jiwa seseorang (dikarenakan) kosong dari cinta, kosong dari kasih sayang dan kelembutan, serta penuh dengan ketidaksukaan, kedengkian, dan kebencian.

Dari penjelasan di atas menjadi semakin jelas apa itu syamatah yaitu rasa senang atau gembira ketika ada saudaranya yang tertimpa musibah. 

Bisa kita simpulkan bahwa syamatah adalah sifat dimana seseorang merasakan bahagia, bangga, berbunga - bunga, kegirangan ketika ada kaum muslimin yang tertimpa musibah ataupun terfitnah entah dalam perkara agama nya maupun dunia nya. Sebagaimana disebutkan oleh imam al Qurthubi rohimahulloh :

وقال القُرطبيُّ: الشَّماتةُ: السُّرورُ بما يصيبُ أخاك من المصائِبِ في الدِّينِ والدُّنيا

Sehingga sifat syamatah ini adalah sifat tercela yang seharusnya tidak dimiliki seorang muslim dan sifat ini diantara sifat yang paling buruk yang ada pada manusia sehingga wajib untuk dijauhi dan ditinggalkan. 

Orang yang ketika saudaranya tertimpa musibah kemudian malah gembira atau senang dan bahkan bangga, ini menunjukkan bahwa didalam hati orang tersebut ada penyakit.

Orang yang syamit (senang di atas musibah orang lain) biasanya disebabkan karena kebodohan orang tersebut terhadap hakikat dari perkara bala’ dan musibah serta hakikat dunia. Padahal boleh jadi orang yg dia benci tersebut yang sedang terkena musibah, musibah tersebut bisa juga berbalik kepada dirinya. Inilah hakikat dunia dan hakikat bala' / musibah. 

Oleh karena itu, imam Ats Tsa'alibi rohimahulloh (w. 429 H) nengatakan dalam kitabnya:

لا تُظهِرِ الشَّماتةَ بأخيك فيُعافيَه اللَّهُ ويبتليَك

"Jangan engkau tampakkan rasa senang atas musibah yang menimpa saudaramu. Karena bisa jadi setelah itu Alloh selamatkan dia, lalu Alloh timpakan kepadamu." (At Tamtsil wal Muhadharah, hal. 433).

Hal ini didukung dengan sebuah hadits namun sayangnya derajat hadits ini dho’if. Yaitu dari Watsilah bin Al Asqo’, ia berkata : 

ﻋﻦ ﻭاﺛﻠﺔ ﺑﻦ اﻷﺳﻘﻊ، ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﻻ ﺗﻈﻬﺮ اﻟﺸﻤﺎﺗﺔ ﻷﺧﻴﻚ ﻓﻴﺮﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ ﻭﻳﺒﺘﻠﻴﻚ

“Janganlah engkau menampakkan kegembiraan karena musibah yang menimpa saudaramu. Karena jika demikian, Alloh akan merahmatinya dan malah memberimu musibah."

Namun secara umum kalimatnya benar yg menyatakan jika saudara kita ada yang terkena musibah, janganlah kita menampakkan rasa gembira kepadanya. Sebagaimana syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rohimahulloh mengatakan dalam kitabnya Syarh Riyadhus Sholihin, "Jika seseorang menampakkan keburukan kepada muslim yang lain, bisa jadi orang tersebut dirahmati oleh Alloh. Kemudian malah orang yang memburukan tersebut yang terkena musibah. Dan yg seperti ini banyak terjadi."

Dan imam Ibnul Qayyim al Jauziyyah rohimahulloh juga berkata dalam kitabnya madarijus salikin :

وَكُلُّ مَعْصِيَةٍ عَيَّرْتَ بِهَا أَخَاكَ فَهِيَ إِلَيْكَ

'Dan setiap maksiat yang engkau perolok - olok kepada saudaramu maka ia akan kembali kepada dirimu."

Hasan Al Basri rohimahulloh berkata :

كانوا يقولون من رمي أخاه بذنب قد تاب إلى الله منه لم يمت حتى يبتليه الله به

“Para sahabat dan tabi’in memiliki konsep, barangsiapa yang mencela saudaranya, karena dosa-dosanya, sedangkan saudaranya itu sudah bertaubat kepada Alloh, maka si pencela tadi tidak akan meninggal dunia kecuali dia akan mengalami/melakukan seperti dosa saudaranya tersebut.'

Oleh karena itu, semestinya seorang muslim itu turut bersedih dan prihatin ketika melihat bala' atau musibah yang menimpa saudaranya, ia seharusnya berusaha berada disampingnya untuk menghiburnya, berusaha menenangkan, menunjukkan wajah kesedihan, atau bisa juga menguatkan dengan nasihat-nasihat motivasi untuk bisa bangkit dan tegar kembali dan menasehati bahwa apapun yang terjadi merupakan sudah takdir ilahi sehingga kewajiban kita adalah bersabar dan mengharapkan pahala dari Alloh Ta'ala. 

Kemudian bagi yang tidak tertimpa musibah, hendaknya memuji Alloh dengan mengatakan :

الحمد لله الذي عافاني مما ابتلى به كثيراً ممن خلق، وفضلني تفضيلا

"Segala puji bagi Alloh yang telah menyelamatkanku dari apa-apa yang telah banyak menimpa hamba hamba-Nya, dan memberikan karunia kepadaku dengan karunia yang nyata."

Dan terakhir semoga menjadi bahan renungan sebuah nasehat apa yang disabdakan nabi shollallohu alaihi wa sallam :

بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

"Cukup dikatakan buruk jika seseorang merendahkan saudara muslim yang lain. Sesama muslim itu haram darah, harta dan kehormatannya.” (HR. Muslim no. 2564).

Alloh a'lam bish showaab. 

Saudaramu

Baarokallohu fiikum...

Comments

Popular posts from this blog

Menyikapi Khilafiyah dalam Puasa: Belajar Adab dari Ulama Salaf

𝗠𝗲𝗿𝗮𝘀𝗮 𝗛𝗲𝗯𝗮𝘁, 𝗦𝘂𝗹𝗶𝘁 𝗗𝗶𝗻𝗮𝘀𝗲𝗵𝗮𝘁𝗶

𝙳𝙸𝙰𝙽𝚃𝙰𝚁𝙰 𝚃𝙰𝙱𝙸𝙰𝚃 𝙱𝚄𝚁𝚄𝙺 𝙼𝙰𝙽𝚄𝚂𝙸𝙰