Minum Kopi Bisakah Bernilai Ibadah.. ???
Syaikh Ahmad bin Umar Asy Syafi'i rohimahulloh penulis kitab Al Ubbab berkata :
وغاية مايمكن أن يقال للوسائل أحكام المقاصد
Dan puncak dari apa yang mungkin dapat dikatakan tentang
للوسائل لها أحكام المقاصد
"Hukum suatu sarana (wasilah) itu tergantung hukum tujuan (maqoshid) nya."
فإن قُصدت للإعانة على قربة كالتقوية على السهر لمطالعة العلوم النافعة أو المذاكرة لفهم المسائل الدقيقة ونحو ذلك كانت قربة
[مطالب أولي النهى(216/6)]
Jika (wasilah) tersebut dimaksudkan untuk qurbah (membantu mendekatkan diri kepada Alloh), seperti memperkuat diri untuk begadang dalam rangka mempelajari ilmu-ilmu yang bermanfaat, atau mudzakarah yakni berdiskusi untuk memahami permasalahan - permasalahan yang sulit, samar dan semacamnya, maka sarana tersebut menjadi ibadah yaitu bentuk pendekatan diri (qurbah)." (Mathoolib ulin nuha, 6/216).
Catatan :
Makna dari kaidah
الوسائل لها أحكام المقاصد
Adalah hukum dari suatu hal yang menjadi tujuan tersebut, maka ini berlaku pula kepada sarana (wasilah) yang mengantarkan pada tujuan tersebut.
Jika perkara mubah tersebut menjadi sarana kepada perbuatan yang baik, maka pelakunya diberi pahala dengan sebab tergantung pada niatnya.
Contoh , minum kopi adalah perkara mubah , tapi ketika dimaksudkan minum kopi supaya bisa kuat bergadang untuk mentelaah buku - buku ulama, dan untuk muroja'ah ilmu, maka hukum minumnya kopi, berubah menjadi mustahab ,dan pelakunya diberi pahala karenanya.
Atau dengan sebab ia meminum kopi yang seharusnya badan lemes atau mata ngantuk, sehingga dapat mengganggu konsetrasi bekerja maka perkara tersebut menjadi yang hukumnya mubah menjadi mustahab, maka pelakunya diberikan pahala karenanya. Apalagi bekerja termasuk ibadah fii sabilillah.
Begitu pula tidur adalah perkara mubah, akan tetapi jika dijadikan sarana menguatkan badan untuk sholat malam, maka tidur ini hukumnya menjadi mustahab dan pelakunya akan diberi pahala karenanya.
Dan orang orang yang dekat kepada Alloh, pada diri mereka terdapat perkara - perkara mubah, ketika perkara tersebut hukumnya mubah kemudian berubah menjadi bentuk ketaatan dan ibadah hanya dengan merubah niat mereka, sehingga perkara mubah tersebut mendapatkan pahala dan ganjaran di sisi Alloh Ta'ala.
Dari sinilah kebanyakan manusia lalai darinya, yaitu lalai menghadirkan niat dalam perkara perkara yang mubah menjadi ibadah, seperti makan, minum, dan tidurnya diniatkan agar kuat dalam ketaatan dan kedekatan nya kepada Alloh.
Begitu juga menghadirkan niat dalam perkara usaha atau pekerjaan - pekerjaan duniawinya agar ia bisa tegak dalam menjalankan kewajibannya kepada Alloh dan untuk menafkahi keluarganya, serta untuk menjaga iffah, kesucian dirinya, agar tidak jatuh dalam meminta - minta (pengemis). Hal ini sebagaimana sabda Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam :
إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ .
"Sesungguhnya tidaklah engkau menafkahkan sesuatu dengan niat untuk mencari wajah Alloh (ridho-Nya), melainkan engkau diberi pahala karenanya, sampai pun apa yang engkau berikan ke mulut isterimu (juga akan diberi pahala oleh Alloh,)." (HR. Bukhari no. 56. Dari Sahabat Sa'ad bin Abi Waqqash).
Allohu a'lam.
Comments
Post a Comment