Perkataan/ Ungkapan Ahli Bid'ah Bagaikan Madu Namun Hakikatnya Itu Racun
Ada da'i pembawa syubhat dalam mengartikan istiwa dan nuzul, mereka memalingkan makna tersebut menurut hawa nafsunya. Mereka tidak mengembalikan makna tersebut menurut pemahaman para ulama salafush sholih.
Ketika kata istiwa ditafsirkan istawla. Dan menafsirkan turunnya Alloh ke langit dunia, ia katakan: "Jangan digambarkan di kepala kita Alloh turun, bukan begitu, namun maksudnya Alloh menurunkan rahmat-Nya."
Da'i ini menafikan kalau Alloh yang turun ke langit dunia, tapi yang turun itu adalah rahmat-Nya.
Apa benar menafsirkannya seperti itu?.
Kalau kita melhat para da'i yang berhaluan Jahmiyyah dan Mu'tazillah maka retorika mereka seolah hebat dalam pendalilan / hujjah, namun retorika mereka penuh dengan syubhat. (Lihat di dunia medsos mereka bermunculan dari mulai youtube, reel fb, hingga di IG).
Simak apa yang dikatakan ulama Ahlussunnah kita tentang mereka (Jahmiyyah dan Mu'tazilah)
Telah berkata Ibnu Abi Hatim, telah meriwayatkan kepada kami Abu Harun Muhammad bin Kholid, telah meriwayatkan kepada kami Yahya bin al-Mughiroh, aku telah mendengar Jarir bin Abdul Hamid Qarth (seorang tabi'ut tabi'in yang wafat thn. 188 H) mengatakan:
كلام الجهمية أوله عسل وآخره سم
"... Ucapan Jahmiyyah awal nya saja manis tak ubah nya seperti madu, namun akhir nya adalah racun yang mematikan !!."
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Ar Rojihi hafidzahulloh mengatakan :
(أوله عسل) لأنهم في أول الأمر يظهرون لك أنهم إنما يريدون أن ينزهوا الله عن مشابهة المخلوقات، ولكنك إذا تبينت أمرهم؛ وجدت أنهم ينكرون وجود الله، ولهذا قال عن كلامهم إن أوله عسل .
`"Madu disebutkan karena pada awalnya mereka tampaknya ingin menyucikan Alloh dari keserupaan dengan makhluk-Nya, namun jika engkau memahami lebih dalam tentang ajaran mereka, kamu akan menemukan bahwa mereka sebenarnya mengingkari keberadaan Alloh. Dan karena itu, dikatakan tentang ucapan-ucapan mereka bahwa awalnya manis seperti madu."`
Oleh karena itu, da'i yang menyesatkan ummat mereka memiliki retorika yang seolah benar namun hakikatnya penyesatan dalam makna. Maka tidak boleh menafsirkan dengan penafsiran yg demikian, karena hal tersebut merupakan penafsiran para kaum Jahmiyyah.
Orang-orang Muslim dalam mengambil penafsiran ayat dan hadits itu mereka ambil dari penafsiran para ulama Salaf yaitu dari penafsiran Nabi shollallohu alaihi wa salam, para Shahabatnya dan para Tabi'in serta tabi'ut tabi'in serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Mereka tidak mengambil dari penafsiran Jahmiyyah, Mu'tazilah dan kelompok-kelompok sempalan lainnya.
Dahulu Al-Imam Syarik bin 'Abdillah An-Nakha'i (wafat thn. 177 H) rohimahulloh saat diberitahu tentang kaum Mu'tazilah yang menolak dalil-dalil tentang turunnya Alloh Tabaraka wa Ta'ala, maka beliau berkata:
أَمَّا نَحْنُ فَقَدْ أَخَذْنَا دِينَنَا هَذَا عَنِ التَّابِعِينَ عَنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَهُمْ عَمَّنْ أَخَذُوا
"Adapun kami maka sungguh kami telah mengambil agama kami dari para Tabi'in dari para Shahabat Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam. Adapun Mu'tazilah maka dari mana mereka mengambil agama mereka ?!." (Al-Asmaa wa as-Sifaat li Al-Baihaqi no. 949)
Sedangkan model ta'wilan yang disebutkan da'i tersebut maka itu diantara dari ta'wilan firqoh Jahmiyyah.
Orang Jahmiyyah, hatinya terasa sesak dan kepala terasa pusing bila mereka berhadapan dengan dalil-dalil yang menetapkan bahwa Alloh Subhanahu wa Ta'ala turun atau istiwa maupun Al Uluw (ketinggian). Oleh karena itu, mereka menta'wil dalil-dalil untuk menutupi kemarahan dan kejahilan mereka.
Padahal dalilnya sangat jelas. Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ حَتَّى يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي؟ فَأَسْتَجِيبَ لَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي؟ فَأَغْفِرَ لَهُ، مَنْ يَسْأَلُنِي؟ فَأُعْطِيَهُ.
"Turun Robb kita Tabaroka wa Ta’ala pada setiap malam tatkala tinggal sepertiga malam yang terakhir ke langit dunia dan Dia (Robb) berkata : Siapakah yang berdo'a kepadaku maka aku kabulkan do'anya, siapakah yang memohon ampunan maka aku mengampuninya, siapakah yang meminta kepadaku maka aku akan memberikan permintaannya." (HR Bukhari No. 1145 dan Muslim No. 758)
Mereka ta'wil dalil ini, bahwa yang turun adalah rahmat-Nya. Mereka ingin menutupi kemarahan dan kejahilan mereka dengan menggunakan ta'wilan seperti itu. Selain itu, da'i ini juga ingin menunjukkan pengingkaran bahwa Alloh itu TIDAK di atas (Al Uluw).
Alhamdulillah para 'ulama Salaf di antaranya Al-Imam Ad-Darimi rohmatulloh 'alaina wa 'alaih telah membongkar kedok mereka, beliau katakan :
أغيظ حديث للجهمية
[بيان تلبيس الجهمية ،١٩٩]
"Ini hadits yang sangat membuat marah kaum Jahmiyyah." (Bayanu Talbis Al Jahmiyyah, hal. 199)
Kita lihat penjelasan dari Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rohimahulloh tentang hadits tersebut, beliau berkata :
أخبر عن نفسه أنه ينزل، لكن لا يعلم كيف النزول إلا هو، كما لا يعلم كيف الاستواء إلى هو سبحانه وتعالى
"Alloh mengabarkan tentang diri-Nya sendiri bahwasanya Alloh turun, akan tetapi tidak ada yang mengetahui bagaimana turun-Nya kecuali Alloh, sebagaimana tidak ada yang mengetahui bagaimana istiwa’nya Alloh kecuali Alloh Subhanahu wa Ta'ala sendiri.
ينزل كما يشاء وكما يليق بجلاله، لا يعلم كيف نزوله إلا هو، فنقول ينزل ولا نكيف، ولا نمثل، ولا نزيد ولا ننقص، بل نقول ينزل ربنا كما قال
Dia turun sesuai dengan kehendak-Nya dengan cara yang sesuai dengan kemuliaan-Nya. Maka kita mengatakan bahwa : Alloh turun, namun kita tidak membagaimanakannya, kita tidak memperumpamakan dengan sesuatupun, kita tidak menambah dan tidak mengurangi, tapi kita katakan Robb kita turun sebagaimana yang Alloh kabarkan…"
Demikianlah para ulama Salaf Ahlussunnah wal Jama'ah dalam menafsirkan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki Alloh dan tidak menambah atau menguranginya. Dan semoga Alloh Ta'ala menyelamatkan kita dari aqidah sesatnya kaum Jahmiyyah, Mu'tazilah, Asy'ariyyah dan kaum yg menyimpang lainnya.
Allohu a'lam bish Showaab.
Saudaramu :
Comments
Post a Comment