Tidak Boleh Seseorang Memanfaatkan Kepemilikan Orang Lain Tanpa Izinnya

Ada Kaidah :

لا يجوز لأحد أن يتصرف في ملك الغير بلا إذن

"Tidak boleh seseorang memanfaatkan kepemilikan orang lain tanpa izinnya."

Lalu bagaimana memanfaatkan tanah tanpa ijin lalu dijadikan untuk tempat jual beli / usaha? 

Prinsip dasarnya adalah bahwa mengambil keuntungan dari harta orang lain dilarang kecuali dengan kerelaan hati orang tersebut atau meminta ijin dan hal itu diijinkan, berdasarkan sabda Nabi shollallohu alaihi wa sallam:

لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ

"Tidak halal (mengambil atau memanfaatkan) harta seseorang kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya." (HR. Ahmad, no. 2017; dishohihkan syaikh al-Albani dalam Shohihul Jaami’ no. 7662 dan ‘Irwa’ Gholil, no. 1459).

Memanfaatkan tanah / barang atau menguasainya tanpa seizin pemiliknya atau tanpa melalui akad yang sah, maka termasuk tindakan kedholiman. 

Berbeda hal nya dengan tanah yg diijinkan untuk dimanfaatkan, meskipun tidak adanya ucapan atau akad. Namun secara umum hal tersebut dibolehkan. Sehingga berlaku padanya hukum urf. 

Oleh karenanya, mengenai izin jenis  ini, Ibnu Taimiyah rohimahulloh memiliki kaidah:

وَالْإِذْنُ الْعُرْفِيُّ كَالْإِذْنِ اللَّفْظِيِّ

"Izin secara ‘urf (kebiasaan) teranggap sama dengan izin secara lisan." [Majmu’ Al Fatawa, 11/427) 

Kemudian syaikh Abdurrahman as Sa'di rohimahulloh dalam tafsirnya ketika menjelaskan QS. An Nur : 61, beliau berkata :

وفي هذه الآيات دليل على قاعدة عامة كلية وهي: أن "العرف والعادة مخصص للألفاظ، كتخصيص اللفظ للفظ" ؛ فإن الأصل أن الإنسان ممنوع من تناول طعام غيره، مع أن الله أباح الأكل من بيوت هؤلاء، للعرف والعادة، فكل مسألة تتوقف على الإذن من مالك الشيء، إذا علم إذنه بالقول، أو العرف، جاز الإقدام عليه" 

Di dalam ayat ini, teradapat dalil tentang kaidah umum secara menyeluruh (universal) yaitu bahwa urf (kebiasaan) dan adat itu dapat mengkhususkan/menentukan suatu lafazh (ucapan) tertentu, sebagimana mengkhususkan suatu ucapan dengan ucapan lainnya. Dimana pada asalnya, seseorang dilarang untuk mengambil makanan orang lain, namun Alloh membolehkan makan di rumah-rumah mereka berdasarkan norma kebiasaan (urf) dan adat. Setiap permasalahan ini tergantung dengan izin pemiliknya, bila diketahui dia memberikan izin, baik melalui perkataan atau kebiasaan setempat, maka diperbolehkan untuk melakukannya.

Contoh kasus di daerah Sukabumi, tepat nya di kampung pojok desa Cikelat Kec. Cisolok - Sukabumi. 

Saya pernah main di sana selama 2 hari. Di daerah tersebut adalah hutan yang berpenghuni. Sudah lebih puluhan tahun warga nya beranak pinak. Dan semua warga nya paham kalau rumah yang dibangun secara permanen itu adalah bukan tanah miliknya tapi tanah pemerintah daerah yang diijinkan oleh pemerintah untuk dikelolah dan dimanfaatkan warganya. Namun ketika pemerintah akan menggunakannya, mereka pun siap pindah dari sana. Di tanah itu, mata pencaharian warganya selain berkebun juga menanam pohon yang kemudian pohon menjadi besar lalu dijual.

Maka kasus seperti ini adalah pengecualian dari hukum tesebut di atas. Allohu a'lam. 


Baarokallohu fiikum...

Comments

Popular posts from this blog

Menyikapi Khilafiyah dalam Puasa: Belajar Adab dari Ulama Salaf

𝗠𝗲𝗿𝗮𝘀𝗮 𝗛𝗲𝗯𝗮𝘁, 𝗦𝘂𝗹𝗶𝘁 𝗗𝗶𝗻𝗮𝘀𝗲𝗵𝗮𝘁𝗶

𝙳𝙸𝙰𝙽𝚃𝙰𝚁𝙰 𝚃𝙰𝙱𝙸𝙰𝚃 𝙱𝚄𝚁𝚄𝙺 𝙼𝙰𝙽𝚄𝚂𝙸𝙰